Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Takdir nelayan

Kayu rapuh terombang-ambing Laut mengganas dengan ombaknya Bising angin menerpa layar Kelam langit ingin membunuh Megap-megap nelayan gundah Menengah merapah doa kepada Tuhan Deraian air mata memohon pertolongan Cetar petir awan hitam Tangan Kacar tiang layar Lencir abun-abun untuk selamat Namun sampan telangkup nelayan terlerai Nelayan terbawa ombak ganas

Yang terjadi

Hampa hanya ada pena dan kertas Jendela bersuara dihembus angin Langit tertutup awan hitam Kicauan burung masih terdengar jelas Angkasa yang penuh dengan suara Terbawa angin disudut jendela Sejuk nan Pagih yang cerah Saat fajar tibah Tak ada tetesan Hanya ada angin yang berhembus keras Matahari yang redup Menunggu garis warna di langit Menari, rumput menari Bunga bermekaran Menunggu tetesan kehidupan dari awan Langit akan menjadi latar Saat semuanya kembali

Tak bisa

Rona wajahmu sahda dimataku Hilir sungai melewati cakrawala Ragamu raksi melawan sepi Gersik mengusikku Dewala kersang ditimpa panas yang bergejolak Jelih matamu berlinang-linang Lentus mengusap jemariku Yang meringis menyentuhmu

Inspirasi dalam hening

Diselah waktu senjang Ku sempatkan menulis hikayat Inspirasi menyalur dalam pelangi Saat menatap isi langit Di atas kertas putih Tinta pena terus mengalir Tak ingin putus inspirasi Ku diam mencari hening Lama ku terdiam dalam jiwa yang tenang Syair kembali menelusup benak Syair dan hikayat menyatu di atas kertas Kertas putih ternoda atas pena yang berbicara Letih tangan tak bisa menyambung Benak mulai jenuh disaat panas memeluk sejuk Panas mencengkram jiwa tenang Di waktu yang takkan lekang

Gelabah desuk

Terjebak di jaring Ku tak bisa mengiring Nada hati yang garing Di jiwa yang miring Terlepas dalam jebak Racun dalam benak Seakan mengalir dalam darah Di urat kaki dan kepala Tegak kaki bergetar Di atas bumi yang gempar Hiruk belahan jiwa yang mengirat Jiwa yang terlepas dari dekapan Hitung coba kau hitung Tetes air hujan yg turun Dari segumpal awan berat Jikalau kau bisa hitung Dirimu itu pasti berbohong Cintaku yang menghilang Bagaikan tetes hujan yang menguap.

Makan syaitan

Suara hanya terlintas di angin Hanya lewat tak menyinggahi Diatas kursi, derita tak terdengar Hanya terdengar bisikan syaitan Menunggu, menunggu hingga tua menanti Tak ada jawaban disini Lesuh wajah pribumi Melihat gelak tawa di kursi Mengayunkan kaki di atas meja Melupakan segala janji mereka Sembunyi menyembunyikan diri Tak ingin jatuh harga diri Wajah serakah akan nampak Disaat mereka dilaknat Suara yang gelegar Tak gentar oleh derita.