Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Takdir nelayan

Kayu rapuh terombang-ambing Laut mengganas dengan ombaknya Bising angin menerpa layar Kelam langit ingin membunuh Megap-megap nelayan gundah Menengah merapah doa kepada Tuhan Deraian air mata memohon pertolongan Cetar petir awan hitam Tangan Kacar tiang layar Lencir abun-abun untuk selamat Namun sampan telangkup nelayan terlerai Nelayan terbawa ombak ganas

Yang terjadi

Hampa hanya ada pena dan kertas Jendela bersuara dihembus angin Langit tertutup awan hitam Kicauan burung masih terdengar jelas Angkasa yang penuh dengan suara Terbawa angin disudut jendela Sejuk nan Pagih yang cerah Saat fajar tibah Tak ada tetesan Hanya ada angin yang berhembus keras Matahari yang redup Menunggu garis warna di langit Menari, rumput menari Bunga bermekaran Menunggu tetesan kehidupan dari awan Langit akan menjadi latar Saat semuanya kembali

Tak bisa

Rona wajahmu sahda dimataku Hilir sungai melewati cakrawala Ragamu raksi melawan sepi Gersik mengusikku Dewala kersang ditimpa panas yang bergejolak Jelih matamu berlinang-linang Lentus mengusap jemariku Yang meringis menyentuhmu

Inspirasi dalam hening

Diselah waktu senjang Ku sempatkan menulis hikayat Inspirasi menyalur dalam pelangi Saat menatap isi langit Di atas kertas putih Tinta pena terus mengalir Tak ingin putus inspirasi Ku diam mencari hening Lama ku terdiam dalam jiwa yang tenang Syair kembali menelusup benak Syair dan hikayat menyatu di atas kertas Kertas putih ternoda atas pena yang berbicara Letih tangan tak bisa menyambung Benak mulai jenuh disaat panas memeluk sejuk Panas mencengkram jiwa tenang Di waktu yang takkan lekang

Gelabah desuk

Terjebak di jaring Ku tak bisa mengiring Nada hati yang garing Di jiwa yang miring Terlepas dalam jebak Racun dalam benak Seakan mengalir dalam darah Di urat kaki dan kepala Tegak kaki bergetar Di atas bumi yang gempar Hiruk belahan jiwa yang mengirat Jiwa yang terlepas dari dekapan Hitung coba kau hitung Tetes air hujan yg turun Dari segumpal awan berat Jikalau kau bisa hitung Dirimu itu pasti berbohong Cintaku yang menghilang Bagaikan tetes hujan yang menguap.

Makan syaitan

Suara hanya terlintas di angin Hanya lewat tak menyinggahi Diatas kursi, derita tak terdengar Hanya terdengar bisikan syaitan Menunggu, menunggu hingga tua menanti Tak ada jawaban disini Lesuh wajah pribumi Melihat gelak tawa di kursi Mengayunkan kaki di atas meja Melupakan segala janji mereka Sembunyi menyembunyikan diri Tak ingin jatuh harga diri Wajah serakah akan nampak Disaat mereka dilaknat Suara yang gelegar Tak gentar oleh derita.

JIWA TERLEPAS

Dulu engkau selalu senyum dengan semua orang Tutur bahasa nan indah kau berikan Hati yang lemah lembut tersampaikan Jiwa tenang membawa kedamaian Hari demi hari ragamu melemah Terdengar nafas tersendak-sendak Keriput seluruh tubuhmu Rambut memutih karena waktu Ketika kau terbaring lemah Semua menangis dihadapanmu Tak tahu kapan ajal menjemputmu Tapi kau masih bisa tersenyum Jiwa terlepas oleh raga Hembusan nafas seketika lenyap Mengeras diseluruh tubuh Batin mengetuk untuk mengikhlaskanmu

KEMBALI

           KEMBALI Terpancar wajah cerah tanpa dosa Menatap tempat ia berpijak Tanah gersang angin panas Memohon ingin kembali padanya Berjalan tanpa arah yang tentu Tak tahu waktu terus memburu Wajah cerah mulai lesuh Dari kejauhan terlihat jenuh Sesak dada menghirup udara Dia kembali memohon untuk dibebaskan Mukjizat tiba-tiba terjadi Langkah kaki membuat bumi kembali Tanah hijau udara segar Makhluk hidup riang gembira Bidadari tersenyum senang Langit biru menunggu dengan tenang.

Berharap

                  BERHARAP Hati penuh harap akan karya tercipta luas Wajah lesuh jikalau hanya terkenang dibuku Letih tangan menggemgam pena tanpa ada jawaban Benak penuh kata sajak yang akan disampaikan Gelisah... apakah karayaku akan diterima kaki seakan terus ingin melangkah Tapi entah ingin melangkah kemana Jalan berliku, jalan sesak telah ia lalui Tangan tak terpisahkan oleh pena Jiwa menggerakkan raga sana-sini coretan kertas putih menua dengan pemiliknya.

Cahaya malam

              CAHAYA MALAM Kelam malam bilik rumah Bayang raga cahaya lilin Api tegak berdiri tanpa angin Hanya bayang tangan bolak-balik menulis 1 lilin menyinari 1 ruangan Cahaya kecil menyimpan kenangan Tertolong cahaya bintang, rembulan Menembus jendela ruang keluarga Kuning berpadu putih kebiruan Di tanah tempatku berpijak

Kamar jendela

                      KAMAR JENDELA Tengok waktu berjalan desit kelam Dinding warna menembus mata mendayuh-dayuh Cahaya menembus kaca jernih jendela Angin menelusup lubang-lubang kamar Mengikis debu tirai jendela Empuk sandaran punggung melapisi keramik dingin Laba-laba meninggalkan jaring di sudut dinding Uapan mulut tiap menit mengikuti waktu berganti Angin menepis mata mendayuh-dayuh Tak ku sadar rembulan tertup kabut